Negara Agraris atau Negara Kelautan?
Negara Kesatuan Republik Indonesia |
Suatu diskusi kecil muncul ketika teman saya memulai pertanyaan,
“Indonesia disebut negara agraris atau negara kelautan?”. Sebuah pertanyaan
yang mungkin baru terpikirkan bagi sebagian besar orang, begitu pula saya.
Menurut teman saya seorang mahasiswa teknik perkapalan UI tersebut berasumsi selayaknya
bahwa Indonesia merupakan negara kelautan. Memang benar jika dilogika, jumlah
total wilayah laut Indonesia sangat luas dan mampu mengalahkan jumlah luas daratan.
Namun sekarang, potensi kelautan di Indonesia masih kurang
digali, terbukti pasokan ikan laut di Indonesia sangat sedikit dan mahal. Mungkin
penyebabnya adalah pola pikir masyarakat lebih cenderung untuk menjadi petani
dengan segala gembar-gembor tentang sebutan negara agraris oleh pemerintah.
Saya di sini tentunya tidak menyalahkan masyarakat untuk menjadi petani, namun
lebih untuk menggali sisi lain yang mungkin kurang terpikirkan bagi masyarakat
hingga muncul pikiran, “oh iya, benar juga ya”.
Tidak hanya memaparkan dari segi kewilayahan, negara
kelautan ternyata menawarkan segala keuntungan menggiurkan dan efisiensi dalam
proses kerjanya. Sebagai seorang nelayan misalkan, ditiap harinya seorang
nelayan dapat menghasilkan uang ditiap harinya. Mereka menangkap ikan di laut
selama beberapa jam kemudian balik ke pantai dan menimbang hasil tangkapan ke
penadah ikan. Seorang nelayan juga hanya mengeluarkan modal kecil untuk
mendapatkan keutungan. Mereka dapat menyewa kapal motor atau membelinya dan
itupun dapat dilakukan secara patungan. Di China, masyarakat lebih cenderung
menjadi nelayan daripada petani karena mereka sadar betul bahwa nelayan adalah
pekerjaan yang sangat menggiurkan bahkan mereka sempat-sempat mencuri ikan di
Indonesia.
Gizi ikan hasil tangkapan di laut merupakan segit positif
yang harus dicermati. Ikan laut yang kaya dengan protein dapat meningkatkan
pertumbuhan otak bagi generasi muda. Menurut pengamatan sederhana saya selama
saya kuliah di UI terbukti bahwa sebagian besar mahasiswa UI adalah putra-putri
daerah yang berasal dari daerah pesisir. Dari pengamatan tersebut maka saya
mengambil kesimpulan sederhana bahwa hasil laut sangatlah bermanfaat sekali.
Jepang yang notabene makananya selalu dikomposisikan oleh hasil laut juga
memberikan dampat positif bagi generasi mudanya. Terbukti negara Jepang
merupakan negara yang memiliki kualitas SDM yang tidak diragukan dalam
persaingan global.
Berbeda dengan petani, mereka tentunya akan membutuhkan
modal besar karena mereka harus membeli atau menyewa tanah yang sangat mahal.
Mereka pun juga tidak dapat menikmati hasil di tiap harinya karena menunggu
hingga padi panen. Panen juga tergantung dari proses penanaman hingga proses
panen, jika ternyata banyak sekali gangguan hama dan musim tentunya selama
berbulan-bulan padi tidak menghasilkan hasil yang memuaskan. Selain itu, hasil
beras Indonesia juga tidak dapat memenuhi permintaan di dalam negeri. Terlihat
Indonesia masih kalah dengan Vietnam dan Thailand untuk cakupan ASEAN.
Untuk menggiatkan hasil kelautan tentu tidak dapat
didapatkan dengan mudah. Masalah utama muncul ketika pemerintah Indonesia
sekarang ini terlihat sangat kurang mendukung para nelayan. Karena kurang
didukung maka timbul dampak seperti harga bahan bakar yang mahal, tidak ada
inovasi dari kapal nelayan, dan peralatan yang masih tradisional. “bagusin
kapalnya, peralatannya dan subsidi bahan bakarnya” mungkin begitulah yang harus
dilakukan pemerintah. Selayaknya hal ini perlu diperhatikan supaya Indonesia
menjadi negara kelautan seutuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar