Babad Tanah Bekonang
Tersebutlah
desa yang terletak di timur Sungai Bengawan Solo. Sebuah desa kecil, tanahnya
subur, namun terisolasi dan masih banyak warga yang miskin. Terlihat berjajar rumah
gedhek (rumah dari bambu) tua warga
di desa. Tiap pagi hingga sore, pemuda desa hampir menghabiskan seluruh
waktunya untuk bersantai, seolah hanya pasrah kepada alam. Generasi tua pun
sama, hanya pasrah menuggu ajalnya jika tiba. Sebuah desa yang sepi dan mati,
banyak pendatang luar yang tidak tahu keberadaan desa tersebut. Jika tahu
sekalipun juga enggan datang ke desa tersebut.
Kelaparan
masih dijumpai di rumah-rumah warga. Kala itu warga belum tahu cara menanam dan
berternak dengan benar. Alam subur telah memanjakan mereka sehingga mereka
malas. Makanan mereka pun seadanya. Makan nasi juga ketika berhasil panen saja,
jika tidak mereka hanya memakan singkong dari hutan.
Pada
suatu hari, ketua desa mulai berpikir bagaimana cara untuk mengatasi kemiskinan
di desanya. Dibuatlah semacam upacara religi untuk menolak bala rasa malas
warga. Berbagai macam makanan sederhana dibuatnya untuk disuguhkan kepada Sang
Penguasa Bumi dan Langit. Nasi tumpeng, lauk pauk, dan jajanan tradisional
seadanya sudah disiapkan. Doa dan mantra dukun dan ketua desa mengiringi proses
tersebut dengan khidmat. Dimintanya untuk didatangkan seorang sosok yang mampu
melakukan perubahan desa ke arah yang lebih baik.
Ternyata
Tuhan mengabulkan doa mereka, tidak lama kemudian datang seorang pemuda pengembara
ke sebuah desa. Dia adalah seorang mantan perwira perang dari Kerajaan Majapahit
yang ingin menjauhkan diri dari politik kerajaan. Perawakannya terlihat besar,
tegap dan terlihat masih muda. Berbeda dengan pemuda di desa dengan perawakan
kerempeng, lesu, dan malas. Warga desa tertegun diam ketika melihatnya, terlebih
para gadis desa. Mereka berkumpul dan bertanya-tanya siapa dan untuk apa pemuda
gagah pergi ke sebuah desa yang miskin ini.
Pemuda gagah
itu kemudian tinggal menetap di salah satu rumah warga. Beruntung sekali sang
pemilik rumah, tiap hari pekerjaan rumah dibantunya. Sifat rajinnya akhirnya terdengar
sampai ke penjuru desa. Pemuda desa merasa malu. Seolah-olah muka malas mereka
tertampar oleh tindak tanduk sang
pengembara itu. Selain rajin, pemuda tersebut juga pintar. Dia kumpulkan
pemuda-pemuda desa agar untuk diajari bertenak ayam, bebek, dan kambing. Ternyata
para pemuda desa terkagum-kagum dengan kepintaran pemuda pengembara. Lama
kemudian hewan ternak desa berkembang pesat. Para petani juga dia kumpulkan
untuk diajari cara bertani dan berkebun yang benar. Karena ilmunya, warga desa
akhirnya bebas dari kelaparan.
Karena
jasanya, pemuda tersebut akhirnya diberi nama Kyai Konang oleh ketua desa.
Konang yang berarti kunang-kunang, serangga yang mampu menyinari malam ketika
gelap. Kyai Konang dianggap telah mampu menyinari desa dari masa suram yang
dihadapinya. Kyai Konang lama-lama menjadi terkenal karena cerita
menggembirakan ini ternyata terdengar sampai di luar desa. Banyak desa yang
dulunya merasa gengsi jika pergi ke desa ini akhirnya tergerak untuk pergi
karena mendengar cerita Kyai Konang.
Semakin
lama desa itu menjadi ramai dan dipenuhi pendatang. Mereka datang untuk
berbisnis hasil bumi kepada warga. Mendengar peluang ini, akhirnya Kyai Konang
berinisiatif membuat sebuah pasar tradisional. Pasar tersebut diberi nama Pasar
Bekonang karena lidah masyarakat jawa lebih nyaman menyebut “mbekonang” daripada konang. Dengan para
warga, Kyai Konang akhirnya berhasil membuat sebuah pasar yang ramai. Segala
hasil bumi hampir semuanya ada di sini. Pajak pasar juga ditarik demi
pembangunan desa. Akhirnya dengan fasilitas memadahi, desa itu menjadi pusat
perekonomian di timur Sungai Bengawan Solo.
Karena
belum mempunyai nama, maka desa tersebut dinamai Desa Bekonang. Nama itu diambil
dari nama pasar dan Kyai Konang sebagai bentuk penghargaan dari warga desa.
Selain itu, para pendatang juga lebih akrab menyebut desa ini dengan nama Desa
Bekonang. Desa Bekonang yang dulunya miskin telah berubah menjadi desa yang
megah. Lama-lama desa ini menjadi ramai dengan aktivitas jual beli. Warga yang
dulunya miskin, kini mulai muncul saudagar-saudagar kaya.
Kyai
Konang kemudian meninggal dunia di usianya yang cukup tua. Warga merasa sedih
dan merasa kehilangan. Atas jasanya, mereka membangun pemakaman khusus untuk
Kyai Konang yang sampai saat ini masih ada di Desa Bekonang. Warga desa sampai
sekarang juga masih berziarah ke makam Kyai Konang. Kyai Konang adalah ikon
dari optimisme atas kebangkitan warga Bekonang.
Desa
Bekonang saat ini telah menjadi wilayah Kabupaten Sukoharjo. Tidak lagi menjadi
desa, Bekonang telah menjadi kota dari Kecamatan Mojolaban. Sebuah kota kecil
dan asri di tengah luasnya hamparan sawah hijau. Warga Bekonang juga terkenal
rajin, setiap pagi subuh warganya sudah ramai beraktivitas. Pembangunan di
Bekonang terus dikebut, terutama Pasar Bekonang. Sekarang telah berdiri megah
bangunan pasar tradisional hasil revitalisasi oleh Pemerintah Kabupaten
Sukoharjo. Terima kasih Kyai Konang. Jasamu akan kami kenang selalu.
2 komentar:
Thanks Infonya , Nitip Linknya yaaaa
Agen Sbobet
Agen Judi
Agen Bola
Agen Asia77
Agen IBCBET ONLINE
Agen SBOBET ONLINE
Agen JUDI ONLINE
Agen CASINO ONLINE
Agen Bonus Sbobet
Prediksi Bola
AGEN JUDI | AGEN BOLA | AGEN SBOBET | WINENLOSE
http://198.50.183.104/
http://198.50.183.104/asia77
http://198.50.183.104/ibcbet-online
http://198.50.183.104/sbobet-online
http://198.50.183.104/judi-online
http://198.50.183.104/casino-online
http://198.50.183.104/promo
http://198.50.183.104/category/prediksi-bola
http://198.50.183.104/agen-judi
Selamat sore, mohon maaf kak, apakah saya boleh mengetahui penulis babad tanah bekonang? untuk tugas mencari unsur ekstrinsiknya, saya membuthkan data penulis. apakah tulisan ini juga terinspirasi dari blog ini : http://endarsaja.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-bekonang.html??? terima kasih :) balasan anda akan sangat membantu
Posting Komentar