Kegamangan Polri: Polisi Demokratis Versus Quasi Militer
"Kepolisian Indonesia pada dasarnya sedang mengalami kegamangan atau dalam bahasa populernya adalah galau ketika dihadapkan oleh "kiblat" polisi itu sendiri apakah Kepolisian Indonesia menganut polisi demokratis atau quasi militer"
Apa itu polisi demokratis (Polisi Sipil)? Secara ideal intinya polisi demokratis adalah polisi yang hidup dari masyarakat, bekerja untuk masyarakat dan dihidupi oleh masyarakat. Tipe polisi seperti ini umumnya diterapkan oleh negara-negara yang sudah maju atau negara yang menerapkan demokrasi dalam pemerintahannya. Adapun negara-negara yang memakai tipe kepolisian ini adalah Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Inggris, dan lain-lain. Polisi ini menganut desentralisasi sehingga polisi bekerja untuk menangani masalah lokal saja.
Apa itu polisi quasi militer (Polisi Paramiliter)? Polisi jenis ini adalah tipe polisi yang masih menggunakan sistem militeristik dalam kinerja kepolisiannya. Dengan sistem militer dengan pucuk komando sebagai motor utama penggerak lembaga ini. Tipe polisi ini biasanya dipakai oleh negara-negara yang bersifat totaliter seperti Korea Utara, Vietnam, Myanmar, dan lain-lain.
Bagaimana perkembangan kepolisian di Indonesia?
Di Indonesia sendiri sebenarnya telah mengalami tiga tahap perkembangan kepolisian yaitu tahap orde lama, tahap orde baru, dan tahap reformasi. Pada tahap orde lama, Indonesia menganut demokrasi terpimpin dimana Polri berfungsi sebagai alat revolusioner dan masih menganut tipe quasi militer yang masih bergabung tengan ABRI sebagai satu kesatuan. Selanjutnya pada tahap orde baru yang menganut demokrasi pancasila dimana Polisi berfungsi sebagai alat negara dan sebagai alat mempertahankan kekuasaan pemerintahan dan politik yang berkuasa. Terakhir pada tahap reformasi, pada tahap ini Polri mengalami reformasi secara “besar-besaran” menjadi "polisi sipil "dengan mengubah struktur, instrument, dan kultur Polri. Adapun yang paling menonjol dalam reformasi ini adalah reformasi dalam instrument dimana Polri memiliki UU tersendiri yaitu UU No. 2 Tahun 2002 yang secara jelas menyatakan pemisahannya dengan TNI.
Dengan berfokus pada tahap reformasi ini secara instrumen, jelas bahwa terjadi pemisahan kekuasaan dan pemisahan tugas antara Polri dan TNI. Polri bertugas dalam bidang keamanan dan TNI bertugas dalam bidang pertahanan. Hal ini merupakan langkah lebih maju dari Polri dimana Polri mulai membenahi diri menuju Polisi yang profesional yaitu polisi sipil itu sendiri.
Apa indikator polisi sipil atau polisi demokratis?
Terdapat beberapa indikator untuk menilai sebuah lembaga kepolisian sebagai polisi sipil yaitu:
1. Polisi harus terlepas dari pespektif militer.
2. Polisi harus memiliki visi dan misi yang berbeda dengan militer.
3. Polisi harus bekerja secara sipil (bekerja untuk masyakat)
4. Polisi tidak terpaku pada stuktur hierarkis namun tetap ada pimpinan yang bekerja untuk masyarakat.
5. Pimpinan bukan pucuk komando, namun sebagai koordinator lapangan.
6. Instrumen harus jelas (UU Kepolisian dipisah dengan UU Angkatan bersenjata).
7. Mengacu pada HAM ketika bertugas.
Masalah reformasi Polri menjadi?
Ada tiga macam reformasi dalam kepolisian yaitu struktural, instrumental, dan kultur.
1. Struktural
Reformasi secara struktural berarti segala yang berhubungan dengan kelembagaan militer harus dilepas seperti struktur jabatan, pangkat, komando dan lain-lain. Pada kenyataannya walaupun Polri mengaku sebagai polisi sipil yang mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat masih saja menganut struktur jabatan yang terpusat seperti militer. Pangkat pun tak jauh beda hanya namanya saja yang diganti. Sistem komando juga masih diterapkan dimana pimpinan adalah pucuk komando bukan seorang koordinator lapangan dimana tak jarang kita mendengar polisi berkata ”siap ndan” kepada atasannya. Seorang anak buah harus patuh pada atasan apapun perintahnya baik ataupun buruk itu adalah sistem militer yang masih dipegang Polri di masa demokrasi ini.
2. Instrumental
Secara instrumen memang jelas bahwa UU kepolisian sudah dibedakan dengan TNI. Namun permasalahannya adalah isi dalam UU tersebut dimana polisi masih dijadikan alat negara bukan masyarakat, posisi Polri yang masih dibawah presiden yang kental dengan nuansa politik, dan masih banyak isi UU yang tidak mencerminkan polisi sipil.
3. Kultur
Kultur adalah bagian reformasi yang terpenting dari kedua hal diatas. Walaupun Polri menganngap dirinya sebagai polisi sipil ternyata budaya militer yang diturunkan sebelum reformasi masih kental. Tupoksi Polri seperti pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat hanya semboyan saja. Jika kita bayangkan mana ada orang yang berani melapor ke kantor polisi, kalau kita masuk di kantor polisi tidak menerima kita dengan ramah bahkan kita yang melapor malah dibentak. Apakah hal tersebut patut disebut pengayom? Selain itu banyak selaki kultur yang tidak sesuai dengan tupoksi Polri seperti pembuatan SIM yang menyusahkan, pemalakan oleh anggota Polri dan lain - lain.
Bagaimana jika polisi Indonesia benar-benar menjadi sipil?
Jika polisi Indonesia ternyata benar-benar menjadi sipil tentunya juga akan timbul permasalaha-permasalahan baru dalam masyarakat. Adapun masalah-masalah tersebut adalah:
1. Masalah HAM dan Pembiaran
Polisi dalam melakukan tugasnya tidak dapat dengan mudah melakukan begitu saja. Perlu adanya acuan atau pedoman dalam melakukannya yaitu dengan mengacu pada HAM. Polisi sebenarnya mengalami dilema yang berat karena disaat mereka melakukan tugas harus dihadapkan pada HAM dimana HAM tersebut merupakan batasan bahkan "penghalang" polisi untuk melakukan tugas. Misalnya seorang polisi ketika menangkap seorang perampok hanya boleh melukai pelaku dengan senjatanya (tidak boleh langsung membunuh). Tindakan membunuh pelaku hanya boleh dilakukan ketika polisi sedang berada kondisi bahaya. Padahal dalam kondisi tersebut pelaku jika hanya dilukai bisa saja kabur dan bahkan bisa juga melukai bahkan membunuh sang polisi itu sendiri.
2. Keamanan personel terancam
Keamanan personel polisi menjadi terancam karena untuk mempersenjatai dirinya polisi sangat dibatasi demi alasan HAM. Tidak semua personel polisi sipil dibolehkan membawa senjata, paling-paling jika boleh membawa senjata hanya membawa revolver saja dan itu sangat tidak cukup untuk mempersenjatai dirinya sendiri. Jika lihat pelaku kejahatan, persenjataan mereka tidak dibatasi. Mereka bisa saja membawa senjata lebih canggih daripada si personel polisi. Jika mereka berdua (polisi dan pelaku) berhadapan tentus aja kondisi tidak imbang dan tidak logis jika polisi dapat mencegah kejahatan tersebut jika kondisinya demikian.
3. Berhadapan dengan pers
Pers dalam era demokrasi selalu saja mengkontrol setiap kinerja polisi. Pers tentunya akan lebih berani dalam menyampaikan kritiknya kepada polisi sehingga citra polisi jatuh. Hal ini sungguh berbahaya jika citra polisi jatuh karena tingkat legitimasi masyarakat akan turun dan akan timbul ketidakpercayaan publik terhadap polisi.
Maka solusinya?
"Jangan bicara polisi demokratis jika masyarakatnya belum demokratis"
"Jangan kritik polisinya, kritik juga masyarakatnya"
Apakah masyarakat Indonesia sudah demokratis? Jika kita tanya satu per satu warga masyarakat Indonesia secara keseluruhan apakah mereka tahu demokrasi? Saya yakin tidak sepenuhnya tahu itu. Maka dari itu perkembangan Polri menjadi Polisi Sipil masih diragukan karena masyarakatnya sendiri belum demokratis, takutnya adalah tidak optimalnya pengawasan masyarakat terhadap polisi atau lebih parahnya nantinya lembaga kepolisian malah diacak-acak oleh oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Sekali lagi, kita sebagai bagian masyarakat Indonesia harus berinstropeksi diri juga apakah kita sudah demokratis? Apakah kita sudah demokratis dari hal-hal yang terkecil? Mulai dari cara kita berkomunikasi dengan orang lain, berdiskusi, mendidik anak, bahkan ke hal yang besar seperti keikutsertaan dalam pemilu. Maka dari itu kita juga ikut berbenah diri selagi kepolisian juga berusaha untuk membenahi dirinya supaya kedepannya demokrasi dapat tercapai.
*tulisan ini merupakan resume dari mata kuliah Polisi dan Pemolisian Jurusan Kriminologi dengan ditambah opini dari penulis sendiri
0 komentar:
Posting Komentar